Thursday, January 30, 2014

Gadis Manis Pencuri Hati Part II


Masih Malu Tapi Mau ...
Siang ini, setelah memindahkan jadwal perkuliahan dari papan pengumuman, aku duduk bersandar di deretan bangku panjang berwarna biru tua di lobi jurusan. Tiba tiba saja aku mendengar bunyi "tiitt...tiitt tiitt..tiitt.." diikuti dengan getaran. Aku mencoba merogoh saku celana depan ku mencoba mecari sumber suara itu. Benar saja, aku menerima sebuah pesan singkat, isinya pun cukup singkat, "kak, aku lagi istrahat. Kk lagi dimana ?". Ternyata itu pesan dari Tika, begitu aku memanggilnya, si gadis misterius itu.

Tanpa me-replay pesan singkat darinya, aku langsung melangkah menapaki anak tangga menuju lantai 3 tempat dia dikumpulkan bersama dengan mahasiswa baru lainnya. Dari kejauhan, menembus kaca bening dari pintu ruangan, aku sudah dapat mengenali parasnya begitu jelas. Meskipun dari sekumpulan orang yang ada disitu semuanya bereseragam hitam putih. Ku terus berjalan mendekati pintu kaca itu, lama ku pandangi dari arah belakang, menunggu dia berbalik dan melontarkan senyum manis itu lagi. Setelah beberapa waktu berdiri di antara wajah wajah lugu berseragam hitam putih itu, kusadari bahwa dia begitu asik bercengkrama, mungkin dengan orang yang baru saja dia kenal. Entah harus berbuat apa, karena dirikupun masih ragu untuk memulai lebih cepat hari ini.

Aku pulang lebih awal siang ini, berhubung dosen mata kuliah ku tidak sempat hadir. Entah mengapa sesaat perasaan ku mulai gelisah, seakan ada rasa yang kuat mendorongku dari dalam bahwa siang ini sebelum pulang aku harus menemuinya. Aku pun tidak begitu paham, ku hanya bergerak, berjalan menuruti nuraniku, berjalan lagi, menapaki anak tangga satu persatu, dan akhirnya langkahku kembali terhenti tepat di depan sepasang pintu kaca itu. Di sana ku coba memberi nya petunjuk jika aku harus bertemu dia.  Kukirim sebuah pesan singkat, dan sesaat kemudian dia berbalik membalasnya dengan sebuah senyum kecil merekah diantara kedua pipinya. Sadar atau tidak, rasanya seakan ada sesuatu yang menahan ku berlama di balik pintu itu, namun sayang ku harus segera berbalik arah dan menuju persinggahan berikutnya, Rumahku.


Duniapun Berlukiskan Wajahnya
Siang ini begitu cepat berganti jadi senja yang rupawan, berlukiskan warna kemerahan dan garis garis orange di sekitarnya. Senja yang sudah siap menjemput malam yang mungkin akan terasa panjang dari malam malam sebelumnya. Sembari terhanyut dalam keindahan yang menawan itu, sebuah suara deringan menarik perhatian ku untuk segera beranjak menuju ke ruang tengah. Ku dapati sebuah pesan singkat, tak salah tafsiranku, ku tahu benar itu sebuah pesan dari Tika. Sudah menjadi kebiasaannya mengingatkan ku untuk melakukan shalat maghrib. Ku letakkan lagi benda mungil itu dan bersegera mengambil air wudhu menunaikan kewajibanku sore itu.

Selepas maghrib, malam pun menjemput dengan lukisan cakrawala langit yang begitu menawan dengan bintang bintangnya. Ku pandangi lebih dalam di keindahan itu, mencoba melukiskan kembali senyuman yang tadi ku nikmati di sepasang bibir mungil gadis itu. Perlahan demi perlahan kian membentuk wajahnya yang manis bak bunga mekar di musim semi. Kini tergambar utuh lukisan wajah nya di kanvas langit malamku, hingga akhirnya semua membuyar ketika, "tiitt... tiitt, tiitt...tiitt". Ku dengar lagi suara itu dari ruang tengah, Dengan sigap ku mencari dan lagi lagi menemukan pesan singkat dari seseorang yang baru saja aku lamunkan. "Malam kak, kakak lagi ngapain ?". Seperti biasa ku hanya membalas singkat seperti apa yang dia tanyakan. Sepertinya memang malam ini akan terasa panjang gumamku dalam hati. Benar saja malam ini ku ber SMSan ria dengan Tika. Ku mulai memupuk kedekatan dengan nya, lewat cerita, canda gurau, bahkan beberapa pembahasan tentang kuliah. 

Awal Bahagia di Penghujung September
Tidak begitu terasa waktu yang kian cepat berlalu, seakan baru kemarin aku kenal dengan Tika. Hari ini, kamis 29 september,aku sudah membuat janji dengannya di sebuah warkop kecil di tepian jalan, tidak begitu jauh dari kampus. Selepas kuliah pertama, ku coba menghubungi nomer handphonenya. Berkali kali ku coba menelvon, mengiriminya sms namun tak ada satupun dapat balasan darinya. Ku putuskan untuk menunggu sejenak di sebuah bangku kosong di sudut gedung, tepat di bawah rindangnya pohon jambu. Ku coba menebak nebak ada apa gerangan. Marahkah dia ? Sepanjang ingatan ku, aku tak pernah berbuat salah sampai pagi tadi. Sesaat kemudian, telepon seluler di saku celana ku pun berdering, ku dapati sebuah pesan singkat darinya, "Maaf kak, Tika baru selesai kuliah". Akhirnya senyum tipis merekah di wajahku melunturkan resah yang baru saja menyerangku.

Tanpa basa basi ku mereplay isi pesannya bahwa aku menunggunya. Sesaat kemudian, terlihat wajahnya yang periang itu berjalan melintasi pelataran kampus. Ingin rasanya ku berjalan menghampirinya, namun sayang, rasa itu  berbentur rasa malu yang sepertinya masih terlalu besar untuk aku taklukan. Ku hanya duduk terdiam, menanti dirinya mendekat dan menghampiriku. Sesaat kemudian Tika sudah berdiri tepat di depanku, dia mengucap sepatah kata pamit dengan teman - temannya. Ku memulai percakapan dengan sebuah pertanyaan kecil, " Gimana kuliahnya tadi dek ?". Sembari melempar senyum nya yang manis itu ia memberi jawaban, " Alhamdulillah lancar kak". 

Percakapan ku dengan Tika terus berlanjut sampai kami berdua tiba di warkop kecil di dekat kampus. Setelah mempersilahkannya duduk, aku berjalanan menuju meja kasir, memesan minum dan cemilan. Perbincangan ku masih terus berlanjut, menyelipkan cerita yang baru saja terlewat kemarin sampai pagi tadi. Aku mulai mengarahkan fikiranku untuk menyatakan kata kata yang dari semalam sudah ku persiapkan dengan baik. Ku hanya tinggal menunggu momen yang tepat untuk memulai. Ku terus memperhatikan bibir manis Tika yang masih saja bercerita dengan riangnya. Perlahan degup jantung ku mulai bertambah cepat. Debarannya makin kencang, seiring rasa cemas yang mulai menggerogoti fikiranku. Kapan aku harus memotong pembicaraan dan memulai kata- kataku. 

"Tika", dia masih saja bercerita ketika aku mengucapkan namanya. "Iya kak", jawab Tika pelan. "Ada yang ingin kakak tanyakan ke Tika, boleh ngak ?". "Apa itu kak? Nanya aja ."dengan ekspresi wajah nya yang sedikit mulai penasaran. "hmm, apa yah, saya sama kamu kan udah lama berkenalan, udah berjalan sebulan lebih. Sejujurnya, saya udah nyimpan perasaan yang spesial selama ini saya dekat sama Tika. Klo Tika sendiri, sejauh ini perasaan nya gimana ?" jawabku terengah engah dengan intonasi yang lebih cepat dari nada biasanya. "Yah nyaman aja kak, seneng aja ada yang merhatiin Tika, ada yang nasehatin dan semangatin Tika kalau lagi punya masalah" jawabnya begitu santai. Sekonyong konyong aku merasa kalah dengannya yang lebih bisa menguasai rasa gugupnya berhadapan dengan orang yang dia sukai. "Syukurlah dek" tiba tiba saja lidahku beku, kaku untuk mengungkapkan sepatah kata istimewah itu di hadapan Tika."Loh, kok syukur kak ?" jawab Tika dengan nada keheranan. Dari kata katanya barusan dengan ekspresi wajahnya, aku paham betul jika bukan kata kata  itu yang dia harapkan terlontar dari mulutku. Ku coba menekan batinku, melawan kuat nya rasa gugup di lidahku, ku beranikan diri dan ...
Tika, kamu mau ngak jadi pacar kakak ? ucap ku pelan. Dengan nada bercanda Tika mencoba membalas, "Maaf kak, kakak bilang apa barusan ? Tika kurang jelas kak. "Ekhmm,, aku bilang kamu mau ngak jadi pacar kakak ? timpalku dengan nada yang sedikit keras." Klo jawabnya ngak sekarang boleh kan kak ? Tika mau fikir fikir dulu soalnya." timpalnya lagi dengan nada serius. "Ya udah, aku kasih kamu waktu sampai besok yah. Ngak pake lama, soalnya kakak malas nunggu. Sukanya yang pasti pasti aja", jawabku dengan nada sedikit kecewa. Senyum indah sekali lagi merekah di wajah manisnya itu, "ahh.. kakak serius begitu. Tika cuman bercanda. Iya aku mau kok jadi pacar kakak. Kan Tika udah sayang sama kakak." jawabnya begitu pelan mengakhiri perdebatan panjang ini. 

Kini semua berawal dengan cerita baru lagi, masih dengan pemeran yang sama namun alur dan skenario yang mungkin jauh berbeda. Hari ini ada cinta yang terselip, untuk perjalanan panjang dan tulisan kisah ku berikutnya dengan Tika. Harapan harapan pun mulai diukir satu persatu, layaknya narasi cinta Snow White And The Prince. Berharap semua berakhir bahagia, dengan cinta dan kasih sayang yang tulus di dalamnya.


***  TAMAT ***



*) wrote according to the true story

 Makassar, 30 January 2014, Gadis Manis Pencuri Hati, Story of A Little Pen

0 comments :

Post a Comment